Jakarta, soundcorners.com – Tidak ada lagu pembuka sebuah album Indonesia yang lebih baik dari Kirana pada album Pandawa Lima (1997). Birama drum yang terasa janggal untuk sebuah band rock legendaris asal Surabaya, Dewa 19, dimainkan dengan indah oleh Aksan Sjuman. Beruntung, tim SoundCorners mendapatkan kesempatan untuk mewawancarai langsung Aksan Sjuman tentang perjalanan karir, hingga klinik singkat soal drum.
Rasanya akan sedikit mengecewakan jika ada orang Indonesia yang belum mendengarkan album Pandawa Lima dari Dewa 19. Tidak bisa dipungkiri, tanpa ketukan drum yang di atas normal dari Aksan Sjuman, mampu mengemas album ini menjadi salah satu album terbaik dalam sejarah musik Indonesia. Sayang, Aksan Sjuman hanya menyumbangkan permainan drumnya hanya 1 album.
Lahir dari dua orang seniman besar, Sjuman Djaja dan Farida Oetoyo, darah seni sudah mengalir deras di darah seorang Aksan Sjuman. Berbeda dari kedua orang tuanya, Aksan Sjuman memilih jalur musik sebagai seni yang digelutinya.
“Soalnya anak band itu keliatan keren banget, liat aja Duran Duran era itu. Tapi jangan salah, gue juga pernah nari dan main film, bahkan pekerjaan gue sekarang lebih banyak sebagai penata musik untuk film”, ungkap Aksan.
Nama belakang Sjuman tidak menjadi beban untuknya, malahan mampu dibuktikan oleh Aksan Sjuman, bahwa dia juga bisa dijejerkan sebagai salah satu seniman terbaik di Indonesia.
Memilih untuk mengambil sekolah musik di kota Essen, Jerman, Aksan Sjuman sudah memulai karirnya sebagai musisi profesional disana. Chicken Takes Times menjadi salah satu band yang membawanya keliling Eropa untuk mencicipi panggung-panggung musik di Eropa.
“Yah, meskipun belum sempat ngeluarin album, tapi kita udah lumayan banyak fans yang ingin nonton kita sih waktu itu,” kenang Aksan. Karena alasan yang bisa dibilang sepele, percintaan, Aksan Sjuman memilih untuk kembali ke Indonesia.
Memang skill tidak bisa bohong, Aksan Sjuman langsung diajak oleh Dewa 19 untuk menjadi drummer baru mereka dalam pengerjaan album Pandawa Lima.
“Proses pengerjaan album cukup demokratis sih, gue juga nyumbang beberapa lagu disitu”, cerita Aksan.
Bahkan, Aksan Sjuman tidak ragu untuk mengakui bahwa ketukan drum pada lagu Satu Sisi diambil dari lagu Pat Metheny yang bertajuk This Is Not America.
“Yang kita ambil waktu itu keputusan kenapa milih beat, atau fill yang begini, bukan semata mata mengambil untuk meniru”, tegas Aksan
“Gini-gini, gue pernah diajak untuk gabung jadi drummer Scorpions loh! Sumpah demi Tuhan. Tapi gue tolak, gue bilang, gue udah punya band, Dewa 19. Lagian gue emang gasuka sama lagu-lagunya Scorpions sih, haha”, cerita Aksan.
Dari cerita ini sangat bisa disimpulkan, Aksan Sjuman adalah musisi yang idealis, yang hanya akan mengerjakan hal yang benar-benar dia suka.
Sayang, Aksan Sjuman hanya bertahan 1 tahun bersama Dewa 19. 4 Juni 1998 Aksan Sjuman resmi keluar dari Dewa 19 dan bergabung dengan Potret di album kompilasi From Dawn to Beyond – The Best of Potret (2001) menggantikam drummer sebelumnya, Arie Ayunir, hingga sekarang. Bisa kita dengarkan ciri khas ketukan drum Aksan Sjuman sangat terasa di hampir seluruh hits Potret.
Selain musisi, Aksan Sjuman juga banyak terlibat di dunia film, sebagai Penata Musik. Salah satu karyanya yang paling tenar adalah Laskar Pelangi. Selain itu, Aksan Sjuman juga memiliki Sjuman School for Music Education dan juga Sjuman Instruments yang sudah diakui di seluruh dunia. Memang seniman serba bisa. Masih banyak kisah yang diceritakan oleh Aksan Sjuman. Lebih baik, kalian saksikan langsung Exclusive Interviewnya hanya di kanal youtube SoundCorners. Jangan lupa Like, Comment, dan Subscribe yah! -Winogradsky-
No comments so far.
Be first to leave comment below.