Soundcorners.com, Jakarta – Dua tahun dan delapan bulan setelah menggebrak lewat Waktu Bicara, Laze melanjutkan misinya untuk memajukan hip-hop berbahasa Indonesia dengan Puncak Janggal. Dirilis oleh PreachJa Records ke platform-platform digital pada 13 November 2020.
Album penuh kedua Laze yang berisikan 14 lagu ini merupakan upaya untuk melebarkan sayap dari ranah hip-hop dengan pendekatan yang lebih pop, baik dari segi musik, visual dan kolaborator. “Gue ingin orang-orang bisa nyaman dengar lagu hip-hop,” kata rapper bernama asli Havie Parkasya tersebut.
Apa itu puncak janggal? “Puncak janggal adalah situasi saat lo kira lagi ‘di atas’, tapi banyak hal yang janggal karena enggak sesuai ekspektasi. Saat beradaptasi biar bisa memanjat ke puncak, rasanya enggak nyaman dan enggak cocok,” kata Laze.
“Album ini tentang manusia – dalam hal ini gue – di kehidupan yang mendambakan puncak, penasaran ada apa di atas sana. Dari kecil gue ingin banget jadi musisi, dan ternyata itu enggak seindah kelihatannya.” .tambahnya
Alhasil, kalau musik hip-hop mungkin lebih identik dengan lagu-lagu tentang sisi kehidupan kelam maupun glamor, Puncak Janggal justru banyak berisi renungan tentang bagaimana cara mencapai kesuksesan dan menyiasati fananya ketenaran, tanpa harus mengorbankan prinsip dan integritas.
Kolaborator utama Laze untuk urusan musik di Puncak Janggal adalah Randy MP, yang sebelumnya dikenal sebagai produsernya Teza Sumendra dan belakangan ini menjalankan proyek bernama Parlemen Pop. “Yang bikin gue tertarik kerja bareng dia adalah kemampuannya memainkan alat musik,” kata Laze. “Jadi ada lebih banyak sound instrumen analog, termasuk synth, strings dan terompet.” Tutur Laze.
Randy bersama para produser lain yang turut terlibat di Puncak Janggal – Riza Rinanto pada “Dari Layar” dan “Dari Jendela”, Monty Hasan di “Turun dari Langit”, serta Marcellino “m-Tunes” Aditya pada “Bintang Lima” – menyediakan fondasi musikal yang kaya dan memikat bagi rima-rima Laze yang memukau, mengharukan dan menghibur dengan beraneka referensi mulai dari Tetris dan teropong Bosscha hingga Maradona dan Marie Kondo.
Puncak Janggal juga dimeriahkan oleh sejumlah bintang tamu dari luar kancah hip-hop, yakni Kay Oscar pada “Teman Lama”, Petra Sihombing di “Pertanda Baik”, Kara Chenoa pada “Turun dari Langit”, Ben Sihombing di “Dari Jendela”, Hindia pada “Sementara”, serta Mono di “Kemenangan Sejati”.
“Gue banyak ajak kolaborator yang malah bukan dari ranah hip-hop, karena gue ingin menjangkau pendengar baru, dan mungkin pintunya adalah dari musisi favorit mereka yang gue ajak kolaborasi,” kata Laze.
Penggemar hip-hop Indonesia garis keras juga tak perlu merasa diabaikan, karena Laze mengajak A. Nayaka, sahabat dan sesama rapper maut, untuk beradu bait di “Sombong”.
Secara keseluruhan, sepertinya Puncak Janggal berpeluang besar untuk mengukuhkan kedudukan Laze sebagai salah satu artis hip-hop terbaik di Indonesia, sekaligus mewujudkan keinginannya untuk menjangkau lebih banyak pendengar.
Memasuki penutupan 2020, jangan kaget jika Puncak Janggal berada di puncak daftar album terbaik, tanpa rasa janggal sama sekali.
No comments so far.
Be first to leave comment below.