


Soundcorners.com, Jakarta – Para penggiat musik di indonesia mendorong DPR untuk mengkaji ulang Rancangan Undang Undang Permusikan. Sebab, RUU permusikan tersebut belum mengatur tata kelola industri musik untuk memastikan ekosistem berkembang lebih sehat di Indonesia.
Para musisi menilai ada sekurang kurangnya 19 pasal yang cenderung dapat menyebabkan kerugian baik kepada para musisi maupun pihak lain yang terlibat. 19 pasal yang dinilai bermasalah adalah Pasal 4, Pasal 5, Pasal 7, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13, Pasal 15, Pasal 18, pasal 19, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 31, Pasal 32, Pasal 33, Pasal 42, Pasal 49, Pasal 50, dan Pasal 51.
“pengaturan tata kelola industri musik sangat penting untuk memastikan perlakuan adil untuk semua pihak yang terlibat didalamnya. Sehingga, kami dapat lebih memajukan musik di Indonesia.”, papar Glenn Fredly pada Senin (4/2) di Cilandak Townsquare, Jakarta Selatan.
Pada ajang diskusi yang digagas oleh KAMI (Kami Musik Indonesia) bersama puluhan orang penggiat musik yang terdiri dari penyayi, pencipta lagu, manager, produser, akademisi hingga pengacara berkumpul untuk membahas RUU permusikan. Isu-isu dalam draft regulasi tersebut dikupas tuntas mulai dari pengembangan sumber daya manusia, musik tradisional, fasilitas sampai kebebasan berekspresi
“jika RUU ini mau diteruskan prosesnya, maka harus dipastikan berkualitas baik dalam konteks tata kelola industri musik. Selagi RUU-nya masih dalam proses di DPR. Semua orang termasuk pelaku musik berhak memberi masukan, kami harap masukan ini akan diakomodasi DPR dan pemerintah saat pembahasan RUU permusikan di senayan.”, ujar peneliti koalisi seni Indonesia, Hafez Gumay.

Glenn Fredly Saat menghadiri diskusi yang digagas oleh KAMI (Kami Musik Indonesia)
Para peserta diskusi berpendapat sejumlah hal tak perlu diatur dalam RUU permusikan. Misalnya, hal-hal yang telah diatur dalam UU hak cipta, UU pejuang kebudayaan serta UU serah simpan karya cetak dan karya rekam, sehingga menyebabkan aturan aturan yang tumpang tindih.

Marcel Turut hadir diskusi yang digagas oleh KAMI (Kami Musik Indonesia)
Salah satu pasal yang cukup menjadi perdebatan panas di kalangan musisi adalah pasal 5 tentang proses kreasi, dimana larangan-larangan menodai nilai agama, mendorong khalayak umum melakukan tindakan melawan hukum, membawa pengaruh negatif budaya asing, serta merendahkan harkat dan martabat manusia, menurut para musisi yang hadir, seharusnya tidak perlu ada di RUU permusikan karena selain berpotensi mengancam kebebasan berekspresi, larangan tersebut sudah diatur dalam KUHP, UU informasi dan transaksi elektronik.
“saya menolak UU permusikan karena merepresi kebebasan berekspresi. Musik bukan hanya penghibur, tapi merespon situasi sosial politik budaya di masyarakat, dan itu tidak selalu indah. Pasal-pasal karet dalam RUU membuat musisi rentan dikriminalisasi.”tukas musisi Kartika Jahja
Untuk lebih lengkapnya, silahkan simak draft lengkap RUU Permusikan
No comments so far.
Be first to leave comment below.