Soundcorners.com – Ska Instrumental, musik yang diusung oleh Sentimental Moods (SM) menjadi salah satu musik yang unik pada era sekarang. Merilis karya awalnya dengan bentuk EP pada tahun 2000an, SM menceritakan sejarah mereka dan beberapa hal lain saat tim soundcorners.com berkesempatan untuk mendatangi Studio pTiga5, Cipinang, Jakarta Timur, Kamis (11/10), yang juga bisa dibilang sebagai markas dari band Ska ini.
3 personil band EsCoret yang vakum, yaitu Edo (bass), Yurie (tenor sax), dan Daniel (baritone sax) berkeinginan untuk kembali menunjukan passion mereka di dunia musik disaat genre ska tidak lagi populer. Beni (ex-drummer The Upstairs saat itu) memiliki passion di musik ska yang kemudian bergabung, disusul Wiro (Error Crew), gitaris punk yang juga dianggap “bible berjalan” sejarah ska. 5 personil tersebut yang memulai dengan nama Sentimental Moods, mengusung musik Ska Instrumental dengan referensi seperti Tokyo Ska Paradise Orchestra, Hepcat, Dancing Moods, Skatalites, New York Ska Jazz, dll.
Sentimental Moods Perform at SynchronizeFest2018
SM merilis karya awal mereka berbentuk EP dengan 3 lagu yaitu “Ska Me This, Ska Me That”, “Evening Bliss”, dan salah satu lagu yang masih dimainkan hingga sekarang dari panggung ke panggung “Payung Fantasi”. SM mulai merasa harus melengkapi tim mereka, akhirnya Daniel dengan standard yang tinggi, hunting ke kampus-kampus dan sekolah musik, sampai akhirnya merekrut Taufik (Trumpet) dari marching band UI pada tahun 2011, Masmo (Keys & Hammond) juga ikut bergabung dari Leonardo and His Impeccable Six, diikuti Amor (Trombone) yang paling muda dan juga bermain di Sisitipsi.
Pergantian personil yang terlalu sering juga agak menggangu produktivitas SM, salah satunya Beni (drum) yang memutuskan keluar sehari sebelum launching album pertama (2014), tak lama setelah itu Acil (drum) bergabung, “Acil ini kalau boleh gue bilang, dia luar biasa,” kata Edo. EP November 10 rilis, juga sebagai perkenalan Acil ke pendengar dan penikmat musik SM, “salah satu rahasia SM itu kita paksakan diri kita untuk selalu ada karya, tiap ada moment-moment tertentu kita rilis EP atau single,” lanjut Edo.
Sentimental Moods tak jarang juga hadir di festival-festival musik yang justru tidak bernuansa ska, “mungkin karena genre ska itu sendiri memang nyambung kemana aja ya, kita pernah manggung di Java Rocking Land, Java Jazz Festival, yang sebenarnya kita ga nyangka sih..” tutur Edo. Masmo melanjutkan, “butuh kesabaran main di SM, pernah kita manggung, yang nonton itu duduk, bingung, padahal seperti kita tau, kalau mau mencapai suatu tujuan, kita butuh massa yang banyak, tapi kita ga pernah berharap banget sih ngga ya, karena kita bermusik karena passion”.
Sentimental Moods menyadari bahwa selera pasar untuk musik instrumental tidak sebesar musik lain pada umumnya, “kita tetap optimis kalau musik kita punya pasarnya sendiri, kita ga pernah berharap punya fanbase yang kuat seperti band ska lain, katakanlah Tipe-X yang massa nya banyak, yang penting ketika orang menikmati lagu SM, dia kasih tau ke orang lain biar mereka tau “ada lho band kayak gini”,”kata Edo. Karena musiknya yang unik dan beda, beberapa karya SM juga dipakai untuk technical dan tonal track untuk dikompetisikan di salah satu asosiasi car audio, mereka juga pernah berkolaborasi dengan White Shoes & The Couples Company dan Superglad.
Sentimental Moods Nge-Jam
“Kita mungkin memang mengadaptasi Tokyo Ska Paradise, Hepcat, dll., tapi yang terpenting adalah copy, paste, dan modifikasi, maka dari itu SM tetap punya unsur lokal, ada instrumen angklung di lagu SM, dan juga ada lagu daerah. SM mengakui bahwa mereka juga mendengarkan selera pasar, “Manager sekaligus sound engineer kita, Risto, kebetulan juga mengerti selera pasar, karya kita yang terbaru juga karena mengikuti selera pasar, maka kita rilis EP featuring Vocals, itu saran dari management dan label, akhirnya kita ikutin pasar walaupun tadinya susah dibilangin,” kata Edo.
Proses rekaman album dan EP mereka tidak mudah karena dana yang terbatas, “waktu rekaman EP pertama, kita sewa studio dan cari teman yang paham soal rekaman, biar murah. Rekaman album pertama di studio ini, EP terbaru kita itu di Malang. Untuk selanjutnya kita mau utamakan produksi yang bagus dan benar, kalau ada yang mau modalin boleh hahaha,” canda Edo.
EDO Bassis Sentimental Moods
Berbicara soal selera mereka pada sound saat live perform, mereka menyerahkan hal itu pada Risto, manager sekaligus sound engineer mereka, “yang penting buat kita, suara yang kita dengar dan suara yang didengar penonton itu balance,” tutur Edo. Masmo melanjutkan, “kita suka ribet di panggung karena brass section kita pakai mic wireless, jadi kadang frekuensinya bentrok. Kalau ditanya, kenapa kita ga todong mic biasa? Karena mereka ber-4 brass section ini harus joged, ya alhamdulillah sekarang sudah mulai atraktif ya hahaha, maka dari itu karena ga ada vokalis, jadi harus ada keunikan, salah satunya koreografi untuk bangun komunikasi dengan penonton, kita juga berharap penonton selalu ikut joged”.
Wiro, gitaris SM, juga menuturkan harapannya di SM, “ga pernah berharap untuk jadi band besar sih, yang penting digemari orang, siapa tau 10 tahun lagi udah ga bisa beraktifitas, tapi udah buat 20 album, itu menyenangkan banget sih”. Karena passion-nya di ska, Wiro menjawab keresahannya dengan membuat Jakarta Ska Foundation, “karena salah satu kelemahan ska itu belum ada wadahnya, maka dari itu gua buat Jakarta Ska Foundation”.
Personil Sentimental Moods
Pengalaman pertama kali perform mereka juga tak kalah lucu, “jadi waktu itu manggung pertama kali, di tebet, acara ulang tahun studio, habis kelar manggung ditanya, “mas vokalisnya ga dateng kenapa?” hahaha, ya begitulah kalau resiko mau beda”, kata Masmo. Ia juga bercerita tentang pemilihan judul lagu-lagu SM, “karena instrumental ya jadi biasanya kita menentukan judul lagu itu kadang dari moment-moment tertentu atau suasana, tapi semuanya dibicarakan lagi bareng-bareng”.
Perubahan dari sisi musikalitas juga diakui personil Sentimental Moods, “secara musikalitas dari album pertama sampai sekarang udah berubah banget, karena semua mau belajar ya, dari yang gatau chord, sekarang jadi tau, dan yang paling terasa sih sekarang lebih rapi permainan kita,” kata Edo. Masmo mengatakan SM selalu bersemangat dalam membuat karya-karya baru, “13 Oktober kita akan rilis EP dalam format kaset, sekaligus manggung di Cassette Store Day. Kita juga akan rilis video clip untuk lagu “Last Message” di November. Ada juga beberapa DJ yang mau buat remix lagu-lagu SM terus dibuat album”.
Logo Sentimental Moods
Sentimental Moods memang belum terlalu dikenal banyak khalayak, “jadi kebetulan kita butuh tim anak muda yang mau buat “lukisan” tentang kita dan cerita ke orang lain, supaya makin banyak yang bisa nikmatin karya kita, layaknya A Team Management nya Awkarin lah, hahaha,” canda Edo. Sentimental Moods juga pernah menerima penghargaan di Indonesia Cutting Edge Music Award (ICEMA), nominasi instrumental album of the year di Indonesian Choice Award, dan yang terakhir nominasi karya produksi reggae/ska/rocksteady terbaik di AMI Award, “ga nyangka juga sebenarnya dapet nominasi, kita ga berharap lebih, dapat nominasi aja udah bagus, berarti karya kita diapresiasi khalayak,” kata Masmo.
Sentimental Moods juga berniat untuk membangunkan kembali semangat musisi-musisi ska yang terdahulu, “kita mau cover lagu-lagu ska dari tahun 90an sampai 2000an, akan kita representasi dan kita upload di Youtube tiap bulan mulai 2019, di akhir 2019 akan kita jadikan album,” tutur Masmo. Saat ditanya soal harapan mereka dalam 5 tahun ke depan, mereka menjawab dengan nyeleneh, “ya harapannya, Amor married, Yurie Diet, hahaha,” canda Masmo. “Intinya sehat-sehat aja dan tetap berkarya, dan kalau bisa rilis ulang EP kita” kata Wiro.
Sebelum mengakhiri obrolan kami dengan Sentimental Moods, Edo berpesan, “buat anak muda, terus berkarya, percayalah semua jenis musik punya pasar masing-masing, pasti ada aja yang nikmatin”. Tak lupa juga kata-kata mutiara dari Amor, “musik SM ini bukan untuk dimengerti, tapi dinikmati”.
No comments so far.
Be first to leave comment below.